UU KEJAKSAAN PERLU MENGAKOMODIR SISTEM REKRUTMEN

24-03-2011 / BADAN LEGISLASI

            Untuk mendapatkan kepercayaan kembali di mata masyarakat, Kejaksaan harus berbenah diri. Hal yang perlu digarisbawahi dalam revisi UU Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan, perlunya mengakomodir sistem recruitment, placement dan performance.

            Hal itu disampaikan anggota Badan Legislasi (Baleg) dari Fraksi Partai Demokrat, Subiyakto dalam rapat dengar pendapat umum dengan Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) dan Keluarga Besar Purna Adhyaksa (KBPA), Kamis (24/3) di gedung DPR.

            Dalam rapat yang dipimpin Wakil Ketua Baleg Dimyati Natakusumah, Subiyakto mengatakan, Institusi Kejaksaan sekarang betul-betul terpuruk, bahkan betul-betul dalam titik nadir.

            Diakui atau tidak, keterpurukan ini terjadi di semua lini baik dari tingkat pusat sampai bawah. Di era reformasi ini, masih banyak ditemukan jaksa-jaksa nakal yang melakukan pungutan-pungutan, pemaksaan-pemaksaan dengan cara pemerasan  dan transaksi perkara. “Ini sungguh luar biasa, sehingga dapat menurunkan tingkat kepercaan masyarakat terhadap para jaksa,” katanya.

            Jika ingin Kejaksaan menjadi institusi yang prestisius ke depan, hal yang perlu dilakukan adalah bagaimana membangun karakter building para jaksa tersebut. Dari situ, baru akan masuk ke hal yang lain.

            Menurut Subiyakto, rekrutmen ini seyogyanya dilepaskan dari institusi kejaksaan. Dalam UU Kejaksaan nantinya harus tegas, jangan sampai institusi Kejaksaan merebut dirinya sendiri. Karena hal itu akan terjadi hegemoni kekuasaan yang akhirnya dengan transaksional ekonomi ketika seseorang menjadi Jaksa dia akan peras sana peras sini.

            Dilihat dari tugas dan fungsi Kejaksaan, Subiyakto berpendapat Kejaksaan sebaiknya fokus menjadi satu tujuan, artinya lembaga ini tidak menangani kasus-kasus sejenis korupsi.

“Kasus korupsi ini sebaiknya kita serahkan saja kepada lembaga independent yang credible mengurusi korupsi seperti KPK,” katanya. Dalam hal ini, KPK diperkuat lagi sehingga Kejaksaan betul-betul tidak terbelah pemikirannya.

Hal ini juga untuk menghindari anggapan, hanya perkara-perkara basah atau perkara-perkara yang ada uangnya  saja yang menjadi rebutan.

Sementara Rahadi Zakaria, anggota Fraksi PDI Perjuangan menambahkan, masyarakat memimpikan Institusi Kejaksaan menjadi lembaga yang kuat, berwibawa dan disegani.

Di masa lalu, Rahadi melihat Kejaksaan merupakan lembaga penegak hukum yang sangat prestisius, disegani dan dihormati di mata masyarakat. Seiing dengan berjalannya waktu, kebanggaan terhadap institusi ini mengalami degradasi.

Rahadi berharap, melalui revisi UU Kejaksaaan ini dapat mengembalikan kepercayaan kembali masyarakat menjadi lembaga yang berwibawa dan disegani. Menurut Rahadi, munculnya KPK itu juga merupakan salah satu sebab bahwa Kejaksaan tidak punya daya yang luar biasa untuk memberantas korupsi. Karena, katanya, dalam tubuh Kejaksaan sendiri banyak ditemui jaksa-jaksa nakal.

Dalam memberikan masukannya,  Sekjen Peradi  Hasanuddin Nasution mengatakan, masalah rekrutmen sebaiknya tidak dimasukkan dalam draf RUU Kejaksaan, karena rekrutmen bukan ranahnya Undang-undang.

Menurutnya, rekrutmen ini menjadi urusan internal dan cukup diatur dalam undang-undang yang lebih rendah.

Sementara Ketua Presidium Keluarga Besar Purna Adhyaksa, H. Muljohardjo mengatakan, untuk mereformasi Kejaksaan perlu meningkatkan mutu sumber daya manusia (SDM), organisasi dan tata laksana dalam rangka memantapkan kewenangan Kejaksaan.

Peningkatan mutu ini dapat dilakukan dengan memperhatikan metode rekrutmen, pendidikan bagi Jaksa berupa pelatihan-pelatihan teknis yang berkelanjutan sehingga didapatkan jaksa-jaksa yang mentaati konstitusi dan perundang-undangan yang berkaitan dengan perlindungan hak-hak tersangka, korban dan HAM yang dikehendaki oleh hukum nasional dan internasional serta mematuhi etika profesi.

Jaksa Agung adalah merupakan Jabaran Karir tertinggi pada Lembaga Kejaksaan, oleh karena itu pengangkatan, pemindahan dan pemberhentian ditetapkan dengan Keputusan Presiden.

Jabatan Jaksa Agung, kata Muljo, disandang secara berjenjang dan melalui proses yang panjang karena seorang Jaksa Agung harus menjadi penuntut umum dimuka Pengadilan apabila diperlukan.

Untuk menjadi Jaksa, harus memenuhi kualifikasi professional yang dibutuhkan untuk pemenuhan fungsi mereka, melalui metode peningkatan rekrutmen dan pelatihan hukum dan professional (United Nation on The Role of Prosecutors). (tt)    

 

 

 

 

 

 

 

BERITA TERKAIT
RUU PPRT Akan Pisahkan Aturan Perekrutan Langsung dan Melalui Penyalur
22-08-2025 / BADAN LEGISLASI
PARLEMENTARIA, Jakarta - Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Martin Manurung, menyebut bahwa Rancangan Undang Undang Pelindungan Pekerja Rumah...
Habib Syarief Dorong Pengaturan Khusus Soal Upah PRT
21-08-2025 / BADAN LEGISLASI
PARLEMENTARIA, Jakarta – Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Habib Syarief, menekankan pentingnya adanya pasal khusus mengenai pengaturan upah dalam...
Usulan Penambahan Frasa Perlindungan Hukum dalam Pasal RUU PPRT
21-08-2025 / BADAN LEGISLASI
PARLEMENTARIA, Jakarta – Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Habib Syarief M., mengusulkan sejumlah penambahan frasa spesifik dalam Rancangan Undang-Undang...
Umbu Kabunang Tekankan Peran Pemerintah dan Aturan Upah dalam RUU PPRT
21-08-2025 / BADAN LEGISLASI
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Badan Legislasi DPR RI Umbu Kabunang Rudi Yanto Hunga menekankan pentingnya memperjelas peran pemerintah dalam Rancangan...